Selasa, Juni 21, 2016

Peranan Pengawas Dalam Supervisi Manajerial


Dalam ilmu manajemen kita mengenal fungsi manajemen  yang sekurang-kurangnya terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Hampir semua pakar manajemen memasukkan unsur pengawasan  sebagai salah satu fungsi manajemen (Nur Aedi, 2014: 1). Dengan demikian fungsi pengawasan dalam sebuah organisasi sangat diperlukan, dalam rangka menjalankan salah satu fungsi manajemen organisasi. Tanpa ada proses pengawasan maka fungsi-fungsi manajemen yang lain tidak akan berjalan, karena keempat fungsi manajemen tersebut merupakan suatu sistem yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Dalam manajemen, secara sederhana fungsi pengawasan mengandung pengertian suatu proses memantau dan pengamatan terhadap kerja/kegiatan dalam organisasi dengan tujuan untuk memastikan agar berjalan sesuai dengan perencanaan organisasi  yang telah disepakati, agar tujuan dalam organisasi tersebut dapat tercapai dengan efektif dan efektif. Jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan format yang ditetapkan, maka akan segera dilakukan perbaikan agar kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut Nur Aedi (2014: 5) mengatakan bahwa dalam konteks manajemen pendidikan , pengawasan bukan sekedar kontrol untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan telah dilakukan sesuai rencana, melainkan lebih dari itu, pengawasan dalam pendidikan memiliki pengertian yang lebih luas. Kegiatan pengawasan dalam manajemen pendidikan meliputi penentuan syarat-syarat personal dan usaha untuk memenuhi persyaratan tersebut. Dalam konteks persekolahan, pengawasan mempunyai kawasan tugas sebagai bagian dari kegiatan sekolah  yang langsung berhubungan dengan pengajaran, tetapi tidak langsung berhubungan dengan siswa. Oleh karena itu, pengawasan tidak dapat diartikan  sebagai proses untuk mengawasi dan usaha memperbaiki pengajaran saja, namun punya makna yang lebih luas dari itu (Nur Aedi, 2014: 5).
Sekolah sebagai lembaga pendidikan secara mutlak harus meningkatkan mutu pendidikannya secara integral dan komprehensif.  Minimal sekolah tersebut memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) dan melaksanakan manajemen berbasi sekolah (MBS) (Faturrahman,H. Dan Sulistiorini, 2012:7 dalam Faturrahman dan Ruhyanani, 2015: 13). Oleh karena itu mutlak perlu adanya kehadiran pengawas pendidikan, yang secara umum berfungsi untuk memantau dan mengamati apakah sekolah tersebut telah menjalankan proses pendidikan yang sesui dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, minimal memenuhi  standar minimal pelaksanaan pendidikan, yaitu standar nasional pendidikan (SNP), dalam rangka berusaha untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Karena bagaimanapun baiknya pelaksanan pendidikan dalam suatu sekolah, tetap memerlukan pemantauan dan penilaian dari pihak lain untuk menjaga akuntabilitas dan obyektifitas pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu telah sama-sama kita maklumi bahwa untuk melaksanakan fungsi kepengawasan dalam organisasi sekolah pemerintah telah menetapkan personil yang melaksanakan fungsi tersebut yaitu pengawas pendidikan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, Pengawas Sekolah adalah guru PNS yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah. Pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah  dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan profesional guru (Faturrahman dan Ruhyanani, 2015: 14).
Selanjutnya pengawas sekolah adalah guru yang berstatus pegawai negeri sipil yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang oleh pejabat berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial pada satuan pendidikan/sekolah. Keberadaan pengawas sekolah /satuan pendidikan memegang peranan penting dalam membina dan mengembangkan kemampuan profesional  tenaga pendidik/guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya agar sekolah yang dibinanya dapat meningkatkan mutu pendidikan (Faturrahman dan Ruhyanani, 2015: 42).
Pengawas satuan pendidikan meliputi pengawas akademik dan pengawas akademik. Pengawas akademik bertujuan membantu atau membina guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran agar diperoleh hasil belajar siswa yang lebih optimal. Sedangkan pengawas manajerial bertujuan membantu dan membina kepala sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi kinerja sekolah (Nur Aedi, 2014: 140). Selanjutnya Faturrahman dan Ruhyani (2015: 42) menambahkan menambahkan pengertian pengawasan  manajerial  merupakan bantuan  profesional kepada kepala sekolah  dan seluruh staf sekolah  agar dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan  pendidikan pada sekolah yang dibinanya terutama dalam aspek pengelolaan dan administrasi sekolah.
Selama ini kehadiran pengawas di sekolah lebih bertindak pengusung ide dari pusat, bukan mendorong pengembangan potensi guru menuju profesional. Dengan kata lain, pengembangan leadership instructional  kurang terkembangkan di lingkungan sekolah. Barangkali persoalan pokoknya  ialah belum fokusnya pembinaan kepada guru yang menekankan help paradigm tetapi control paradigm (Faturrahman dan Ruhyani, 2015: 15). Demikian juga halnya dengan permasalahan kepengawasan manajerial, dimana pengawas masih memfokuskan paradigma pembinaannya pada kontrol bukan pada tujuan untuk membantu kesulitan-kesulitan yang dialami oleh kepala sekolah.
Permasalahan lain adalah kebijakan pembatasan kerja pengawas pada ruang lingkup tupoksi (tugas pokok dan fungsi) menyebabkan seolah pengawas tugasnya mengabdi pada terlaksananya tugas pokok pengawas tersebut, bukan menyelesaikan problema yang menghambat kemajuan sekolah. Dalam konstelasi yang demikian dipahami bahwa sekolah mempunyai problema yang sama yang kemudian diselesaikan dengan penerapan tupoksi secara maksimal, padahal problema sekolah heterogen dan unik (Faturrahman dan Ruhyani, 2015: 15).
Dari penjelasan di atas bisa dikemukakan bahwa dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, salah satu masalah yang dirasakan adalah bahwa pengawas ketika melakukan kunjunga ke sekolah binaan seringkali hanya melaksanakan  kegiatan dalam rangka memenuhi atau melaksanakan program yang disusun dari atas, dan tidak menyentuh persoalan-persoalan empiris yang dihadapi oleh sekolah yang sebenarnya. Sehingga kehadiran pengawas yag seharusnya bermanfaat bagis sekolah untuk meminta masukan dan saran untuk memecahkan masalah riil yang dihadapi sekolah tidak bisa diwujudkan secara maksimal. Selain itu dirasakan bahwa pengawas tidak dilengkapi dengan kemampuan yang cukup untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi sekolah yang cukup variatif. Sehingga kenyataannya sering pengawas memandang berbagai macam persoalan yang beragam yang dihadapi sekolah dengan dengan metode pemecahan yang relatif sama. Pada hal seharusnya, setiap sekolah yang memiliki kekhasan problem harus didekati pemecahan masalahnya dengan pendekatan yang berbeda, yaitu sesuai permasalahan sekolah yang bersangkutan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, menurut Nur Aedi (2014: 140) bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengawas satuan pendidikan/sekolah diperlukan kemampuan-kemampuan dasar yang dipersyaratkan sebagai pengawas profesional. Oleh sebab itu kompetensi pengawas sekolah perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Tanpa memiliki kompetensi profesional dalam hal kepengawasan, para pengawas akan sulit meningkatkan kinerjanya sehingga langsung maupun tidak langsung tidak akan berdampak terhadap mutu kinerja sekolah atau satuan pendidikan yang dibinanya.
Selanjutnya, Faturrahman dan Ruhyani  (2015: 16-17) menegaskan lebih rinci bahwa untuk menjalankan fungsi kepengawasan yang lebih personal di sekolah, sangat diperlukan kemampuan pengawas, antara lain memiliki pengetahuan yang lebih profesional, artinya pengawas memang berbekal ilmu kepengawasan, kemampuan mendelegasikan beban tugas secara produktif, kemampuan memahami problema profesional guru, dan kemampuan pengawas dalam menyelenggarakan situasi relasi kerja yang baik antar karyawan, guru, dan orang tua.
Berkaitan dengan berbagai penjelasan di atas, dalam tulisan makalah ini akan berusaha untuk menguraikan materi yang berkaitan peranan pengawas dalam hal kepengawasan manajerial. Yakni bagaimana seharusnya peranan dari seorang pengawas dalam melaksanakan tupoksinya dalam kepengawasan manajerial di sekolah binaanya, terutama dalam menjawab dua permasalahan kepengawasan yang dikemukakan di atas. Yaitu masalah mengenai paradigma kepengawasan yang harus dirubah dari “mengontrol” ke “membantu” dan permasalahan bahwa pengawas harus merubah pendekatan dalam memecahkan masalah sekolah binaan, dari pendekatan “menyeragamkan pemecahan” ke pendekatan “pemecahan masalah”  yang harus disesuaikan dengan kasus yang dialami aleh masing-masing sekolah.


A.    Pengertian dan Dimensi Pengawas Sekolah
1.    Pengertian Pengawas Sekolah
Pengawas Sekolah terdiri dari dua kata, yaitu pengawas dan sekolah. Menurut Buku Kamus Bahasa Indonesia (Anonim, 2008: 105 dan 1384), kata pengawas berasal dari kata dasar awas yang artinya dapat melihat baik-baik; tajam penglihatannya, dan pengawas diartikan sebagai orang yang mengawasi. Sedangkan sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
Dengan demikian dari pengertian pengawas sekolah berdasarkan akar kata di atas dapat disimpulkan bahwa pengawas sekolah dapat artikan sebagai orang yang bertugas untuk dapat dan mampu melihat dengan sebaik-baiknya atau melihat dengan tajam kepada (bangunan dan lembaga) tempat terjadinya proses belajar dan mengajar atau lembaga tempat terjadinya proses menerima dan memberi pelajaran (antara sumber belajar dengan pembelajar/peserta didik). Singkatnya, secara sederhana dapat dikatakan bahwa pengawas adalah seseorang yang bertugas khusus yang mampu melakukan pengamatan atau pemantauan dengan sebaik-baiknya terhadap sekolah baik dari segi fisik maupun proses non fisik.
Pengertian yang lebih lengkap dikemukakan oleh Kompri (2015: 208), berdasarkan peraturan perundangan yang (Kepmendiknas Nomor 097/U/2002) bahwa yang disebut pengawas adalah pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pada satuan pendidikan melalui usaha memantau, menilai, dan memberi bimbingan dan pembinaan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan pendidikan berkualitas.
Selanjutnya yang dimaksud dengan pengawas sekolah menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010, Pemgawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan (Nur Aedi, 2014: 129-130).
Sedangkan pengawasan (kata kerja) mengandung arti proses mengawasi atau melakukan pengawasan. Menurut Nur Aedi (2014:1) bahwa pengawasan sama dengan arti kata dalam bahasa Inggris yaitu controlling.
Menurut Weihrich dan Koontz (2005:480) dalam Nur Aedi (2014: 2) menyatakan bahwa: “The managerial funncion of controlling is the measurement and correctionof performance in order to make sure enterprise objectives and the plans devised to attain them are being accomplished”. Berdasarkan pendapat tersebut, diketahui bahwa pengawasan (controlling) merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengukur dan melakukan koreksi atas kinerja atau upaya yang sedang dilakukan dalam rangka meyakinkan atau memastikan tercapainya tujuan dan rencana yang telah ditetapkan.
Pendapat lain, menurut Sukanto Teksonardiprojo (2000:63) dalam Kompri (2015: 280), mengatakan bahwa pengawasan pada hakikatnya merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana agar mereka selalu bertindak  sesuai dengan rencana. Demikian juga pendapat Siagian (1970: 107), mengemukakan bahwa pengawasan adalah proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi  untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya Kompri (2015: 280).
Sedangkan menurut PP Nomor 74 Tahun 2008, menjelaskan bahwa kegiatan pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru (Faturrahman dan Ruhyanani, 2015: 14).
Dengan demikian dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah benang merah tentang pengertian dari pengawasan. Pengawasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengawas pada suatu organisasi khususnya sekolah, yang bukan hanya mengamati dan memantau akan tetapi juga mengoreksi dan memperbaiki keadaan sampai dapat dipastikan bahwa bahwa seluruh proses berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun untuk semaksimal mungkin dapat mencapai tujuan organisasi atau sekolah.
2.    Dimensi Pengawas Sekolah.
Setelah memahami pengertian dari pengawas sekolah, maka selanjutnya alangkah lebih baik jika dipahami juga apa saja ruang lingkup atau dimensi dari tugas seorang pengawas itu. Dalam Buku  Kamus Bahasa Indonesia (Anonim, 2008: 355), kata dimensi artinya ukuran (panjang, lebar, tinggi, luas, dsb.). Dengan demikian memahami dimensi pengawas sekolah mengandung maksud yaitu ingin mengetahui lebih mendalam tentang ruang lingkup dan hakekat (makna yang mendalam) tugas seorang pengawas sekolah.
Menurut Ofsted, (dikutip Nana Sudjana (dalam Sudrajad, 2008), dalam Kompri (2015: 281) hakekat pengawasan memiliki empat dimensi: (1) support; (2) trust; (3) challenge; (4) networking and collaboration. Keempat  dimensi hakekat pengawasan itu masing-masing dijelaskan sebagai berikut ini (Kompri, 2015: 281)
  1. Dimensi pertama hakekat pengawasan, yaitu: dimensi support. Artinya kegiatan pengawasan oleh supervisor harus mampu mendukung pihak sekolah untuk mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor bersama pihak sekolah dapat melakukan analisis  kekuatan, kelemahan dan potensi, dan peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan di sekolah pada masa yang akan datang.
  2. Dimensi kedua dari hakekat pengawasan, yaitu: dimensi trust. Pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu membina kepercayaan stakeholder pendidikan dengan penggambaran profil dinamika sekolah masa depan yang lebih baik dan lebih menjanjikan.
  3. Dimensi kedua dari hakekat pengawasan, yaitu: dimensi challenge. Pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu memberikan tantangan pengembangan sekolah kepada stakeholder. Tantangan ini harus dibuat serealistis mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak sekolah, berdasarkan pada suatu situasi dan kondisi sekolah pada saat ini. Dengan demikian, stakeholder tertantang untuk bekerja sama secara kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu sekolah.
  4. Dimensi kedua dari hakekat pengawasan, yaitu: dimensi networking and collaboration. Pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring dan berkolaborasi antar-stakeholder pendidikan dalam rangka meningkatkan produktifitas, efektifitas, dan efisiensi pendidikan di sekolah.
Fokus dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan dalam tiga aktifitas utama pengawasan, yaitu negosiasi, kolaborasi, dan networking.

B.    Tugas, Tanggung Jawab dan Fungsi Pengawas Pendidikan
Pada sub bab ini berturut-turut akan di jelaskan mengenai tugas dan tanggung jawab pengawas dan fungsi atau tujuan dari pengawas sekolah atau pendidikan.
1.    Tugas dan Tanggung Jawab Pengawas Sekolah
Tugas dan tanggung jawab pengawas ialah sebagai berikut: (Kompri, 2015: 283-284)
  • Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 91/Kep/M.PAN/10/2001, tugas pokok pengawas sekolah ialah menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya.
  • Menilai dan membina bukan pekerjaan sederhana diperlukan kemampuan analisis yang cermat dan pemikiran-pemikiran profesional dalam penentuan solusi pemecahan masalah pendidikan yang menuntut adanya kompetensi dan profesionalisme kerja pengawas pendidikan.
  • Dalam melaksanakan tugas menilai dan membina, sangat dihindari sikap men-judgement (mengadili) tanpa adanya penelitian terlebih dahulu tentang suatu hal.
    Lebih lanjut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 91/KEP/M.PAN/10/2002: pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis dalam melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan. Kepmendiknas Nomor 097/U/2002, pasal 5: (a) pengamatan dan pemantauan terhadap kegiatan penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, permintaan untuk mengetahui permasalahan hambatan dan kendala pelaksanaan pendidikan; (b) pemeriksaan terhadap satuan kerja di lingkup dinas pendidikan. Secara umum pengawas berfungsi sebagai perbaik dan peningkat kualitas pendidikan. Dengan demikian, segala aktifitas sekolah yang berkaitan dengan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan menjadi bagian bidang garapan pengawas (Kompri, 2015: 284).
    Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa setidaknya tugas pokok pengawas sekolah adalah melakukan pengamatan, pemantauan, kemudian menilai, membina, dan memenuhi permintaan untuk mengetahui permasalahan hambatan dan kendala pelaksanaan pendidikan, serta melakukan pemeriksaan terhadap sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dan juga terhadap satuan kerja dilingkungan dinas dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan pendidikan.
    Menurut Nana Sudjana dikutip Sudrajad (2008) dalam Kompri (2015: 284), bahwa berdasarkan tugas pokok dan fungsi pengawas yaitu melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, maka minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas, yakni sebagai berikut:
  1. Melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah.
  2. Melaksanakan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya.
  3. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah.
Lebih lanjut menurut Nana Sudjana dikutip Sudrajad (2008) dalam Kompri (2015: 285),mengacu pada SK Menpan Nomor 118 tahun 1996, keputusan bersama Mendikbut Nomor 03420/O/1996 dan Kepala BAKN Nomor 38 Tahun 1996 serta Keputusan Mendikbud Nomor 020/U/1998, dapat dikemukakan tentang tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah yang meliputi:
1.    Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP, dan SLTA.
2.    Meningkatkan kualitas proses belajar mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar /bimbingan siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.
Selanjutnya menurut Faturrohman dan Ruhyanani  (2015: 19), bahwa sesuai dengan fungsi pengawas sebagai penilai dan pembina, maka adapun subyek yang dinilai itu adalah teknis pendidikan dan administrasi pendidikan.
Kep Menpan No. 118/1996, Bab I Pasal 1, Ayat 8 menyatakan: “Penilaian adalah penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolak ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan sekolah”. Selanjutnya Ayat (9), “Pembinaan adalah memberi arahan, bimbingan, contoh, dan saran dalam pelaksanaan pendidikan sekolah”. Ayat (10), “Memberikan arahan adalah upaya pengawas sekolah agar guru dan tenaga lain di sekolah yang diawasi dalam melaksanakan tugasnya lebih terarah dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan”. Ayat (11), “Memberikan bimbingan adalah upaya pengawas sekolah adalah guru dan tenaga lain di sekolah yang diawasi mengetahui lebih rinci kegiatan yang harus dilaksanakan dan cara melaksanakannya”. Ayat (12), “ Memberikan contoh adalah upaya pengawas sekolah yang dilaksanakan dengan cara yang bersangkutan bertindak sebagai guru yang melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan untuk materi tertentu di depan kelas/ruang bimbingan dan konseling dengan tujuan agar guru yang diawasi dapat mempraktekkan model mengajar/bimbingan yang baik”. Ayat (13), “Memberikan saran adalah upaya pengawas sekolah agar sesuatu proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah lebih baik dari pada hasil yang dicapai sebelumnya atau berupa saran kepada pimpinan untuk menindaklanjuti pembinaan yang tidak dapat dilaksanakan sendiri” Faturrohman dan Ruhyanani  (2015: 20).
Sementara itu, Peraturan Menpan Nomor 21/2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, menetapkan tugas pokok pengawas ialah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi: (1) penyusunan program pengawasan, (2) pelaksanaan pembinaan, (3) pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, (4) penilaian, (5) pembimbingan dan pelatihan profesional guru, (6) evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan (7) pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus (Faturrohman dan Ruhyanani, 2015: 20-21).
Terakhir akan dikemukakan pendapat Ofsted dikutip Nana Sudjana (dalam Sudrajad, 2008), bahwa tugas pengawas mencakup: (1) inspecting (mensupervisi); (2) advising (memberi advis atau nasehat); (3) monitoring (memantau); (4) reporting (membuat laporan); (5) coordinating (mengoordinasi); (6) performing leadership dalam arti memimpin dalam melaksanakan kelima tugas pokok tersebut (Kompri, 2015: 286).

2.    Fungsi atau Tujuan Pengawas Sekolah
Dijelaskan Nana Sudjana (dalam Sudrajat, 2008) seperti dikutip oleh Kompri (2015: 288), bahwa dalam rangka melaksanakan tugas pokok kepengawasan, maka pengawas sekolah melaksanakan fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial. Spervisi akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah. Sasaran supervisi akademik, antara lain membantu guru dalam: (1) merencanakan kegiatan pembelajaran dan/atau bimbingan; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan; (3) menilai proses dan hasil pembelajaran/bimbingan; (4) memanfaatkan hasil penilaian untuk meningkatkan layanan pembelajaran/bimbingan; (5) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus-menerus pada peserta didik; (6) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar; (7) memberikan bimbingan belajar kepada peserta didik; (8) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan; (9) mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran dan/atau bimbingan; (10) memanfaatkan sumber-sumber belajar; (11) mengembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan, dan lain-lain) yang tepat dan berdaya guna; (12) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan; (13) mengembangkan inovasi pembelajaran/bimbingan.
Kemudian dijelaskan Nana Sudjana (dalam Sudrajat, 2008) seperti dikutip oleh Kompri (2015: 289), supervisi manajerial merupakan supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas sekolah yang mencakup: (1) perencanaan; (2) koordinasi; (3) pelaksanaan; (4) penilaian; (5) pengembangan kompetensi SDM kependidikan dan sumber daya lainnya. Dalam melaksanakan fungsi superfisi manajerial, pengawas hendaknya berperan sebagai:
1.    Kolaborator dan negosiator, dalam proses perencanaan, koordinasi, dan pengembangan manajemen sekolah;
2.    Asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah binaannya;
3.    Pusat informasi pengembangan mutu pendidikan di sekolah binaanya;
4.    Evaluator/judgement terhadap hasil pengawasan.

C.    Kompetensi Seorang Pengawas
Menurut Mukhtar dan Iskandar (2009: 98) seperti dikutip Kompri (2015: 293), bahwa secara umum kompetensi pengawas merupakan seperangkat kemampuan, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan yang dituntut untuk jabatan profesional sebagai pengawas. Kompetensi pengawas berarti kesesuaian antara kemampuan, kecakapan, dan kepribadian pengawas dengan perilaku dan tindakan atau kemampuan yang mumpuni dalam melaksanakan tugas berkat dengan aktivitas-aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya sebagai pengawas. Dengan demikian kompetensi pengawas merupakan himpunan pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan yang dimiliki pengawas dan ditampilkannya dalam tindakan untuk peningkatan mutu pendidikan/sekolah.
Kemudian, menurut Carl D. Glickman, dkk. (2010) seperti dikutip Faturrohman dan Ruhyanani, (2015: 31) bahwa untuk menunjang tugas kepengawasannya, seorang pengawas dituntut untuk memiliki kemampuan dasar: (1) keilmuan yang mendukung; (2) ketrampilan interpersonal; (3) ketrampilan teknis. Keilmuan dibutuhkan untuk mengetahui tipe-tipe guru dan sekolah yang menjadi daerah pengawasannya, perilaku yang seharusnya ada, ilmu mengembangkan pendidikan bagi guru dan orang dewasa maupun ilmu untuk menentukan alternatif kepengawasan. Kemampuan interpersonal dibutuhkan untuk mengadakan komunikasi efektif dengan guru saat kepengawasan berlangsung. Hubungan yang humanis dapat menunjang keberhasilan tugas seorang pengawas. Ketrampilan teknis diperlukan dalam mengobservasi, merencanakan, melaksanakan, atau mengevaluasi program secara jelas.
Dalam buku kerja pengawas sekolah (2011: 6) disebutkan bahwa pengawas sekolah yang profesional harus memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik yang harus dimiliki pengawas sekolah yaitu :
1.      Menampilkan kemampuan pengawas dalam bentuk kinerja.
2.      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
3.      Melaksanakan tugas kepengawasan secara efektif dan efisien.
4.      Memberikan layanan prima untuk semua pemangku kepentingan.
5.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan.
6.      Mengembangkan metode dan strategi kerja kepengawasan terus menerus.
7.      Memiliki kapasitas untuk bekerja secara mandiri.
8.      Memiliki tanggung jawab profesi.
9.      Mematuhi kode etik profesi pengawas.
10.  Memiliki komitmen dan menjadi anggota organisasi profesi kepengawasan sekolah.

Menurut Suhardana dkk. (2010: 320-322), seperti dikutip Kompri (2015: 293) bahwa saalah satu pendukung keberhasilan dalam melaksanakan pengawasan ialah perilaku supervisor sendiri.  Faktor manusia di belakang tugas mempunyai pengaruh besar dalam keberhasilan misi pengawas. Seorang pengawas memiliki sifat-sifat yang sesuai  dengan provesi supervisor dan ia dapat menjaga etik pekerjaannya. Adapun sifat utama yang harus dimiliki supervisor terdiri atas, sebagai berikut diantaranya:
1.    Sifat yang berhubungan dengan kepribadian; berbuat nyata, bertindak tepat, terbuka, penuh prakarsa, tekun dan ulet, dan punya daya tahan psikis atau tidak cepat putus asa.
2.    Sifat yang berhubungan dengan profesi. Dikemukakan oleh Edgar H. Schein, sebagai berikut: bekerja ful time pada profesi, punya motivasi kuat  dalam bekerja, memiliki pengetahuan dan ketrampilan khusus, bekerja demi kepentingan klien, melayani atas dasat kebutuhan obyektif klien, berorientasi pada klien, otonomi dalam bertindak, menjadi anggota organisasi profesi, memiliki pengetahuan spesifik, tidak boleh mengiklankan diri untuk mendapat pasaran.
Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa seorang pengawas harus memiliki kompetensi kepribadian yang mendukung profesinya sebagai supervisor. Artinya seorang pengawas harus membekali diri pribadinya dengan kemampuan khusus, yang berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan, sikap, cara berkomunikasi, cara berhubungan dengan orang lain dan lain sebagainya.
Mengacu pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 bahwa Kompetensi pengawas sekolah terdiri atas enam(6) dimensi kompetensi: Kompetensi kepribadian, Kompetensi sosial, Kompetensi supervisi manajerial, Kompetensi supervisi akademik, Kompetensi evaluasi pendidikan, dan Kompetensi penelitian dan pengembangan (Anonim, 2015: 1)
  1. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan pengawas sekolah dalam menampilkan dirinya atau performance diri sebagai pribadi yang bertanggungjawab, kreatif, memiliki motivasi
  2. Kompetensi sosial adalah kemampuan pengawas sekolah dalam membina hubungan dengan berbagai pihak serta aktif dalam kegiatan organisasi profesi
  3. Kompetensi supervisi manajerial adalah kemampuan pengawas sekolah dalam melaksanakan pengawasan manajerial yakni menilai dan membina kepala sekolah dan tenaga kependidikan lain yang ada di sekolah dalam mempertinggi kualitas pengelolaan dan administasi sekolah
  4. Kompetensi supervisi akademik adalah kemampuan pengawas sekolah dalam melaksanakan pengawasan akademik yakni menilai dan membina guru dalam rangka mempertinggi kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakannya agar berdampak terhadap kualitas hasil belajar siswa.
  5. Kompetensi evaluasi pendidikan adalah kemampuan pengawas sekolah dalam kegiatan mengumpulkan, mengolah, menafsirkan dan menyimpulkan data dan informasi untuk menentukan tingkat keberhasilan pendidikan
  6. Kompetensi penelitian dan pengembangan adalah kemarnpuan pengawas sekolah dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian pendidikan/pengawasan serta menggunakan hasil-hasilnya untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan

D.    Pengertian, fungsi dan Tujuan Supervisi Manajerial
Dalam Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009: 20) dinyatakan bahwa supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan sumberdaya lainnya. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah/madrasah berperan sebagai: (1) kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, (2) asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah, (3) pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan (Anonim, 2015: 3).
Supervisi manajerial adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sekolah yang mencakup: (a) perencanaan, (b) koordinasi, (c) pelaksanaan, (d) penilaian, dan (e) pengembangan (Anonim, 2015: 3).
Selanjutnya Faturrohman dan Ruhyanani (2015:87) mengutip dari buku Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Anonim: 2009: 20) dinyatakan bahwa supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian,  dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM) kependidikan dan sumber daya lainnya.
Sasaran supervisi manajerial adalah membantu kepala sekolah dan staf sekolah dalam mengelola administrasi pendidikan seperti: (a) administrasi kurikulum, (b) administrasi keuangan, (c) administrasi sarana prasarana, (d) administrasi ketenagaan, (e) administrasi kesiswaan, (f) administrasi hubungan sekolah dan masyarakat, (g) administrasi budaya dan lingkungan sekolah, (h) aspek-aspek lainnya dalam rangka meningkatkan mutu/status akreditasi (Anonim, 2015: 3).
Selanjutnya, seperti yang dikutip Kompri (2015: 305) dalam buku Panduan Tugas Jabatan Fungsional Pengawas Pendidikan Agama Islam, terdapat beberapa target  (sasran) yang perlu diperhatikan yaitu ada empat sasaran sentral dari pengawasan, yaitu sebagai berikut: (1) aspek edukatif, (2) aspek administratif, (3) aspek yang diawasi/personil, (4) Kebijakan dinas Pendidikan.

E.    Peranan Pengawas, Prinsip, dan Metode dalam Supervisi Manajerial
     Selanjutnya Faturrohman dan Ruhyanani (2015:87) mengutip dari buku Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Anonim: 2009: 20)  bahwa dalam melksanakan supervisi manajerial , pengawas sekolah/madrasah memiliki peran sebagai: (1) kolaborator dan negosiator dalam proses perencaan, koordinasi, dan pengembangan manajemen sekolah; (2) asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan  menganalisis potensi sekolah; (3) pusat informasi pengemban mutu sekolah; (4) evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan
    Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa peranan pengawas sekolah dalam supervisi manajerial sangat sentral, yaitu dimulai dari proses mengorganisir perencanaan program, lalu menganalisis proses, sebagai sumber informasi selama proses, sampai akhirnya berperan sebagai penilai dari seluruh proses dalam pelaksanaan kegiatan sekolah.
Selanjutnya peranan Pengawas dalam supervisi manajerial dapat dilihat dari kegiatan  pengawas sekolah dalam supervisi manajerial yang dikemukakan Sudjana dkk (2011:22) sebagai berikut : (http://mahamerumedan.blogspot.co.id/2015/03/tugas-pokok-dan-fungsi-pengawas-sekolah.html)
1.      Pembinaan;
a.       Tujuan
Tujuan pembinaan kepala sekolah yaitu peningkatan pemahaman dan pengimplementasian kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan (SNP)
b.      Ruang Lingkup
1)      Pengelolaan sekolah yang meliputi penyusunan program sekolah berdasarkan SNP, baik rencana kerja tahunan maupun rencana kerja 4 tahunan, pelaksanaan program, pengawasan dan evaluasi internal, kepemimpinan sekolah dan sistem informasi manajeman
2)      Membantu kepala sekolah melakukan evaluasi diri sekolah (EDS) dan merefleksikan hasil-hasilnya dalam upaya penjaminanmutu pendidikan.
3)      Mengembangkan perpustakaan dan laboratorium serta sumber-sumber belajar lainnya.
4)      Kemampuan kepala sekolah dalam membimbing pengembangan program bimbingan konseling
5)      Melakukan pendampingan terhadap kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi sekolah (supervisi manajerial) yang meliputi :
a)      Memberikan masukan dalam pengelolaan dan administrasi kepala sekolah berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah
b)      Melakukan pendampingan dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah
c)      Memberikan bimbingan kepada kepala sekolah untuk melakukan refleksi hasil-hasil yang dicapainya
2.      Pemantauan
Pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu kepala sekolah mempersiapkan akreditasi sekolah
3.      Penilaian
Penilaian kinerja kepala sekolah tentang pengelolaan sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan
Selanjutnya, untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan supervisi manajerial maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan supervisi manajerial, yaitu: Faturrohman dan Ruhyanani (2015:89-90)
1.    Pengawas harus menjauhkan diri dari sifat otoriter.
2.    Supervisi harus menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.
3.    Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan.
4.    Supervisi harus demokratis.
5.    Program supervisi harus integral.
6.    Supervisi harus komprehensif.
7.    Supervisi harus konstruktif.
8.    Supervisi harus obyektif.
Berkaitan dengan metode dan teknik pelaksanaan supervisi manajerial, Nur Aedi (2014: 194) mengutip dari Depdiknas (2008: 18-21) menyebutkan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk pelaksanaan supervisi manajerial, yakni: (1) monitoring dan evaluasi, (2) refleksi dan fokus grup discussion, (3) metode Delphi, dan (4) workshop. Masing-masing teknik dapat dijelaskan di bawah ini.
  1. Monitoring dan evaluasi; Monitoring atau pengawasan merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program, dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program. Kegiatan monitoring lebih difokuskan pada pengontrolan selama program berjalan dan bersifat klinis, agar diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan tercapainya tujuan.
  2. Refleksi dan Focused Group Discussion; merupakan diskusi kelompok terfokus mengenai hasil temuan kepengawasan sekolah (refleksi), baik berupa keberhasilan atau kegagalan sekolah, yang dilakukan bersama seluruh komponen pengelola sekolah termasuk komite sekolah. Tujuan FGD ini untuk menyatukan pandangan stakeholder mengenai relitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menemukan langkah-langkah srategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah.
  3. Metode Delphi; Merupakan teknik yang melibatkan banyak stakeholder sekolah tanpa memandang faktor-faktor status yang sering menjadi kendala dalam sebuah diskusi dan musyawarah. Kongkritnya metode ini adalah seperti sekolah mengadakan pertemuan bersama antara sekolah, dinas pendidikan, tokoh masyarakat, murid dan guru. Dimana semua peserta musyawarah memiliki hak yang sama untuk mengemukakan pendapat dan berekspresi demimkemajuan lembaga sekolah.
  4. Workshop; Teknik yang bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. 


F.    KESIMPULAN
Dari uraian materi  di atas, maka dapar di tari beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
  1. Tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah adalah melakukan pengamatan, pemantauan, kemudian menilai, membina, dan memenuhi permintaan untuk mengetahui permasalahan hambatan dan kendala pelaksanaan pendidikan, serta melakukan pemeriksaan terhadap sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dan juga terhadap satuan kerja dilingkungan dinas dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan pendidikan.
  2. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok kepengawasan, maka pengawas sekolah melaksanakan fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial. Spervisi akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah. supervisi manajerial merupakan supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas sekolah.
  3. Kompetensi pengawas sekolah terdiri atas enam(6) dimensi kompetensi: Kompetensi kepribadian, Kompetensi sosial, Kompetensi supervisi manajerial, Kompetensi supervisi akademik, Kompetensi evaluasi pendidikan, dan Kompetensi penelitian dan pengembangan.
  4. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah/madrasah berperan sebagai: (1) kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, (2) asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah, (3) pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan



DAFTAR PUSTAKA

  1. Aedi, Nur. 2014. Pengawasan Pendidikan, Tujuan Teori dan Praktek. Jakarta: Rajawali Pers.
  2. Depdiknas. 2011. Buku Kerja Pengawas Sekolah. Jakarta: Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Badan PSDM dan PMP Kementerian Pendidikan Nasional.
  3. Depdiknas, 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
  4. Faturrohman, Muhammad dan Ruhyanani, Himdama. 2015. Sukses Menjadi Pengawas Sekolah Ideal. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
  5. Hartanto, Setyo. Dkk., 2015. Supervisi Manajerial Pengawas Sekolah/Madrasah. Jawa Tengah, Indonesia: LPPKS.
  6. Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan, Komponen-Komponen Elementer Kemajuan Sekolah. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
  7. http://mahamerumedan.blogspot.co.id/2015/03/tugas-pokok-dan-fungsi-pengawas-sekolah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar